Mengikuti Webinar Cerdas Berkarakter, agar bisa menerapkan nilai-nilai karakter terhadap anak-anak di rumah dan di sekolah menangkal perundungan dan kekerasan berbasis gender |
Mas Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Nadiem Makarim, begitulah biasa kita memanggil beliau, telah mempersiapkan, bahkan membeberkan isi Peta Jalan Pendidikan Indonesia 2020-2035 pada rapat kerja bersama Komisi X DPR RI, tanggal 2 Juli 2020 yang lalu.
Arah dari peta jalan Pendidikan Indonesia 2020-2035 jelas untuk membangun Pelajar Pancasila yang memiliki profil beriman, bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, dan berakhlak mulia, berkebinekaan global, bergotong-royong, kreatif, bernalar kritis dan mandiri. Apalagi disaat pandemi seperti ini, mewujudkan generasi muda yang cerdas berkarakter menuju Indonesia Maju adalah harapan dan usaha kita bersama dengan kolaborasi antara Orangtua, Peserta didik dan Pendidik, serta seluruh stakeholder yang berkecimpung dalam dunia pendidikan tentunya.
Harapan Mas Menteri tentunya harapan kita bersama dalam mewujudkan generasi muda bangsa Indonesia yang cerdas dan berkarakter. Salah satu upaya Mas Menteri dalam mewujudkan Pelajar Pancasila yang Cerdas Berkarakter tentunya dengan menggalakkan Pelajar Pancasila.
Dalam Seminar Virtual Nasional yang diselenggarakan oleh Pusat Penguatan Karakter melalui Zoom Meeting, dengan tema _“Generasi Cerdas Berkarakter, Indonesia Maju Bermartabat_”, yang berlangsung Kamis, 10 Desember 2020 yang merupakan rangkaian dari acara Pekan Untuk Sahabat Karakter (PUSAKA) Tahun 2020.
Seminar tersebut dibagi dalam tiga kategori dan sesi. Sesi pertama diperuntukkan untuk 1000 peserta Guru, Tenaga Kependidikan, Dosen, dan Pelaku Budaya, dimulai pada pukul 09.00 s.d. 11.00. Dihadiri oleh Sekretaris Jenderal Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, (Ainun Na’im), Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Republik Indonesia, (Muhadjir Effendy) dan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia (Nadiem Anwar Makarim).
Agar terwujud Pendidikan di Masa Pandemi, Harus tetap semangat dengan mematuhi protokol kesehatan dalam sosialisasi Ujian AKM |
Dalam sambutannya, Mas Menteri Nadiem Makarim memaparkan bahwa sebagai pemuda Pancasila, pelajar Indonesia harus memiliki kemampuan gotong royong yaitu kemampuan untuk melakukan kegiatan bersama-sama dengan sukarela agar kegiatan yang dikerjakan dapat berjalan mudah, lancar dan ringan. Kuncinya yaitu diperlukan adanya kolaborasi, sifat kepedulian, dan berbagi.
Lantas, bagaimana caranya agar harapan menjadi Pemuda dan Pemudi Pancasila dengan karakter cerdas tersebut dapat terwujud? Bukan rahasia umum lagi bahwa negeri kita memilik seabrek persoalan Pendidikan, mulai dari hasil skor PISA yang terus stagnan di peringkat terendah dalam 15 tahun terakhir ini, hingga munculnya fakta tren dan permasalahan hasil belajar di tingkat pendidikan dasar dan menengah.
Ternyata masalah pendidikan kita yang paling utama masih masalah perundungan dan kesetaraan gender, dimana hasil penelitian dalam kurun waktu dari tahun 2000 hingga 2018 yang dilakukan oleh OECD (Organization for Economic Co-Operation and Development) atau Organisasi untuk Kerjasama dan Pembangunan menyatakan bahwa 41% siswa di sekolah kita mengalami perundungan beberapa kali dalam sebulan. Dan siswa yang mengalami perundungan itu dinyatakan memiliki skor 21 poin lebih lebih rendah dalam hal literasi, merasa sedih, ketakutan, dan kurang puas dengan keadaan hidupnya, dan juga memiliki kecenderungan untuk bolos sekolah.
Dan peran Guru sangat penting untuk menghalau perundungan yang terjadi di sekolah. Menurut saya dan yang selalu saya lakukan adalah menyemangati siswa setiap saya masuk kelas agar tidak mencoba-coba melakukan perundungan, bulying apalagi mendiskriminasi siswa yang beda gender, karena itu sangat berbahaya dan merugikan. Pengalaman adalah Guru yang paling berharga dan dalam menghadapi perundungan, apalagi kekerasan berbasis gender, saya sebagai Guru dan Wali Kelas, selalu memperhatikan dan peka terhadap keadaan kelas dan harus mengetahui latar belakang para siswa di kelas tersebut, khususnya bagaimana lingkungan sekitar dan pergaulannya di luar sekolah.
Sebab, masalah kesetaraan gender dan bulying terjadi di sekolah karena faktor lingkungan di sekitar kita juga di lingkungan keluarga, dimana orang tua masih berpikiran kolot yang tidak memberikan hak yang sama kepada anak laki-laki dan perempuan. Sudah saatnya orang tua memberikan ruang yang sama untuk anak lelaki dan anak perempuan, terutama dalam hak mendapatkan pendidikan dan mengejar cita-cita.
Anak-anak harus mendapatkan kesetaraan gender dan sudah saatnya kita melakukan perlakuan hak yang sama sehingga tujuan dari Emansipasi Wanita dan Pelajar Pancasila Terwujud |
Perundungan terjadi biasanya kepada anak perempuan, karena anak perempuan itu dianggap lemah dan derajatnya lebih rendah dari anak laki-laki. Padahal perjuangan besar Raden Ajeng Kartini yang berjuang untuk kesetaraan gender harus benar-benar kita wujudkan di era teknologi 4.0 ini. Kolaborasi orang tua dan Guru untuk terus memperjuangkan kesetaraan gender dan menghapus perundungan dengan bersama-sama mewujudkan Penguatan Pendidikan Karakter Bangsa demi mewujudkan Pelajar Pancasila yang memiliki enam ciri utama, yaitu: Bernalar Kritis, Kreatif, Mandiri, Beriman, Bertaqwa Kepada Tuhan Yang Maha Esa dan Berakhlak Mulia, Bergotong Royong, serta Berwawasan Sosial.
Sebab, pastinya pendidikan itu awalnya dari Perempuan atau Ibu yang mendidik kita, sehingga elemen-elemen yang membentuk Pelajar Pancasila harus ditumbuhkan sejak dini melalui pendidikan karakter mulai jenjang pendidikan dasar hingga pendidikan tinggi.
Semoga nasehat dari Ibu Kartini yang pernah berkata seperti ini, “Dari kaum perempuanlah manusia itu pertama-tama menerima pendidikan. Di pangkuan perempuanlah seseorang mulai belajar merasa, berpikir, dan berkata-kata”, menjadi renungan bagi kita agar kita bisa menjadi pribadi-pribadi yang tidak melakukan perundungan dan penghalau kekerasan berbasis gender.
#CerdasBerkarakter #BlogBerkarakter #AksiNyataKita #LawanKekerasanBerbasisGender #BantuKorbanKekerasan