“Jadi kita mengajar apa pak? Jika
nantinya Sekolah kita menerapkan Kurikulum 2013? Katanya TIK sudah nga
diajarkan lagi, diganti dengan Prakarya atau Mulok?”, itulah
pertanyaan-pertanyaan yang selalu saya terima jika bertemu dan berpapasan
dengan guru honor yang baru dinyatakan lulus K – 2 ini. Pertanyaan yang sejak
setahun lalu, sejak Menteri Pendidikan dan Kebudayaan mengumumkan akan merevisi
Kurikulum KTSP dengan Kurikulum 2013 telah menghinggapi pikiran dan perasaanku.
Pertanyaan yang selalu aku buang jauh-jauh mengingat sekolah kami belum terkena
imbas penerapan Kurikulum 2013 yang dilakukan secara bertahap. Namun seiring
berjalannya waktu dan wanti-wanti dari Kepala Sekolah saat breafing yang
selalu menekankan bahwa Sekolah kami mulai semester baru akan menerapkan
Kurikulum 2013 dengan catatan TIK diubah ke mata pelajaran Prakarya, Mulok dan
lain-lain sebagainya yang membinbungkan para Guru TIK setanah air. TIK bukan
lagi mata pelajaran tersendiri, tetapi telah terintegrasi ke seluruh mata
pelajaran, demikian bunyi penjelasan dari beberapa Presenter, penyaji saat ada
Presentasi ataupun saat ada Workshop tentang Kurikulum 2013 yang sering saya
ikuti. Mata pelajaran TIK bukan lagi mata pelajaran yang berdiri sendiri, bukan
lagi mata pelajaran yang wajib diikuti oleh peserta didik, mata pelajaran yang
mengidentitaskan bahwa bangsa Indonesia adalah bangsa yang peduli dan mengikuti
perkembangan Teknologi Informasi dan Komunikasi.
TIK bukan lagi mata pelajaran yang
dicintai dan digandrungi oleh peserta didik karena dengan belajar TIK mereka
tahu dan mampu mengoperasikan Komputer, mereka tahu akan Undang-Undang Hak
Cipta (HAKI), tahu K3 dalam Mengoperasikan Komputer, tahu minimal mengoperasikan
aplikasi Microsoft Office, Internet dan belajar mengenal Teknologi dengan baik
dan benar. Pelajaran TIK yang telah mencetak ribuan bahkan jutaan putra-putri
terbaik Indonesia yang mampu mencari pekerjaan sendiri, mampu berdiri sendiri
dengan bekerja di perusahaan-perusahaan luar negeri maupun dalam negeri,
memiliki keahlian dalam mengoperasikan computer walau hanya dengan bermodalkan
ijazah SMAnya. Kurang lebih enam tahun, mata pelajaran TIK bertahan, kini
riwayat mata pelajaran yang berhasil memberikan mata pencaharian bagi
putra-putri terbaik bangsa dari jaman ke jaman ini sekarang di ujung tanduk.
Apalagi jika sekolah tersebut tidak menerapkan Mulok atau Prakarnyanya dengan
mata pelajaran berbau Komputer, namun diganti dengan prakarya yang lain. Guru-guru
TIKnya mau mengajar apa yah?
Menurut guru honor yang baru lulus K
– 2 tersebut, karena disamping mengajar di tempat saya ditempatkan, dia juga
mengajar mata pelajaran yang sama (TIK) di SMA N 1 yang kebetulan sudah
menerapkan Kurikulum 2013 mengatakan bahwa disana TIK sudah menjadi Prakarya,
dengan materi ajarnya siswa diberikan satu materi pelajaran yang mampu
menghasilkan karya nyata dari suatu aplikasi yang dipelajari. Misalnya:
materinya membuat animasi 3D, siswa harus mampu membuat karnya nyata dari
animasi yang dipelajari. Kegiatan yang sesungguhnya sama dengan yang saya
terapkan selama ini. Pelajaran TIK memang tidak terlepas dari hasil karya nyata
dan kita memang berhadapan langsung (face to face) dengan computer,
karena computer itu bersifat GUI (Graphic User Interface) dan apa yang
kita pelajari tersebut harus dapat langsung dipraktekkan, jika tidak semuanya
omong kosong. It’s OK jika sekolah-sekolah yang ada di sumut tetap melaksanakan
pembelajaran Komputer dalam mata pelajaran Prakarya atau Muloknya, namun
bagaimana jika Prakarya atau Muloknya diganti dengan Mulok mata pelajaran lain,
misalnya: pembuatan kompos, pembuatan sabun colek, dll yang tidak ada kaitannya
dengan Komputer? Ini yang jadi masalah, karena guru-guru yang mengajar Komputer
jadi guru apa? Membingungkan memang.
Namun, satu hal yang membuat saya
tetap semangat dalam mengajarkan mata pelajaran TIK ini, bahwa Menteri
Pendidikan dan kebudayaan mengatakan bahwa “Tidak ada penghapusan Mata
Pelajaran, yang ada hanya pengintegrasian mata pelajaran, untuk SD, IPA dan IPS
di integrasikan ke semua mata pelajaran!”, begitu komentar M. Nuh. Namun, TIK
kenapa di SMA dan SMP dihapuskan? Mengingat pentingnya mata pelajaran ini
sebagai hasil dari perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi dan TIK sebagai
pengantar dalam penyampaian Ilmu Pengetahuan dan Teknologi tersebut oleh Guru
sebagai pendidik ke peserta didik dan dalam proses Kegiatan Belajar Mengajar.
Tanpa belajar TIK yang benar dan baik maka niscaya kita mempunyai generasi
penerus bangsa yang mampu menghasilkan karya-karya sendiri, karya yang original
dan karya yang dapat menginspirasi kemajuan bangsa Indonesia.
Sudah banyak contoh-contoh kasus,
karena kita kita tidak belajar TIK sejak adanya dunia pendidikan dan sejak TIK
diremehkan menjadi mata pelajaran yang tidak penting alias pelengkap penderita,
misalnya:
1. Kasus maraknya Plagiarisme. Kita tentunya ingat banyaknya kasus plagiat,
itu karena oknum-oknum tertentu tidak menghargai Karya orang lain, tidak mau
belajar Undang-Undang IT, Undang-Undang Hak Cipta atau IPR (Intelektual
Property Right).
2. Kurangnya pemahaman akan pelajaran TIK, sehingga orang-orang tertentu
mengambil langkah cepat dengan memberikan ‘proyek’ atau pekerjaan kepada
orang-orang yang mengaku ahli dalam bidang IT, padahal belum tentu, misalnya:
meminta seseorang untuk menjadi ghost writer, yang menuliskan tentang
sesuatu hal atau topic dengan imbalan yang besar. Juga, meminta seseorang yang
benar-benar memang ahli dalam membuat sebuah program untuk meluluskan Tugas
Akhirnya, dan berbagai kasus lainnya. Yang lebih parah lagi, masuk jurusan
computer, tapi karena tidak memiliki dasar yang kuat saat belajar di jenjang
SMP atau SMA, maka tidak bisa tamat dengan cepat saat kuliah.
3. Masih ingat dengan kasus Bu Ani Yudhoyono yang marah ketika aktivitasnya
yang suka main Instagram dan mengupload foto hasil jepretan beliau di komentari
oleh seorang followernya? Masih segar bukan? Ketika itu Bu Ani Yudhoyono tanpa pikir panjang langsung
ngetik kalimat “ibu Joko Widodo (Jokowi) dan ibu Ahok kemana ya? Kok saya yang
dimarahi…!!”, dengan nada kesalnya karena usut punya usut ternyata seorang anak
SMA berkomentar seperti ini “Ibu..ini banjir, kok main instagram..?” ini juga
menjadi sorotan, menggunakan Sosial Media tanpa kesabaran, kesadaran dan
keiklasan serta tanpa dibekali kemampuan menerima bully, dan belajar
konsep IT dengan baik, maka kita akan menjadi korban dari penggunaan perangkat
IT itu sendiri.
Jadi seharusnya bagaimana agar TIK ini mampu menjadi pelajaran yang
meningkatkan kemampuan peserta didik, Sumber Daya Manusia Indonesia? Seharusnya
TIK ini tidak dihapuskan, tetapi diberikan materi yang lebih dalam bagi peserta
didik sesuai dengan jenjang pendidikannya. Jika sudah SMA, materi itu sudah
harus berupa pembuatan program, graphic desain, animasi dan lain-lain, bukan
tentang Ms. Office lagi. Semoga, pemangku kepentingan di dunia pendidikan mampu
mencarikan solusi yang terbaik atas dilema ini. Semoga pelajaran TIK yang
bagaikan ‘buah simalakama’ dapat eksis ke depannya, bukannya membuat
masalah di kemudian hari apabila di cabut dan membuat kebahagian serta kemajuan
apabila dibuat terobosan-terobosan baru. Semoga TIK adalah mata pelajaran yang
tetap aku ajarkan, paling tidak, sekolahku tetap mengajarkan mata pelajaran Komputer….!!!
Medan, 19 Februari 2014
Tidak ada komentar:
Posting Komentar