Dalam
jajak pendapat Tempo.co bulan Oktober
(2013) lalu, terungkap bahwa 87% responden menjawab “ya” atas pertanyaan:
“Apakah menurut Anda, selama satu tahun pemerintahan Jokowi - Ahok telah
berhasil mengubah Jakarta?” Artinya, setelah setahun Jokowi dan Ahok menjadi
Gubernur dan Wakil Gubernur Jakarta, penduduk Jakarta dan dunia mengalami
sesuatu yang berbeda dari sebelumnya. Sesungguhnya, apakah yang berbeda itu?
Dan apakah memang Jakarta telah berubah dan berbeda dari tahun-tahun sebelumnya
setelah Sutiyoso dan Fauzi Wibowo memimpin Jakarta puluhan tahun sebelumnya?
Sesungguhnya,
kalau Anda sedang ke Jakarta, perubahan gerak dan fisik Jakarta masih belum
berbeda jauh dari tahun-tahun sebelumnya. Memang Para monyet-monyet acrobat yang di training
menjadi TKM alias Tenaga Kerja Monyet
pencari duit dengan cara meminta-minta di pinggiran jalanan Jakarta, telah
ditertibkan oleh Ahok yang memiliki “peri-kemonyetan” yang tinggi dengan
akibatnya laju kendaraan menjadi lancer karena Para sopir dan penumpangnya
tidak lagi memperlambat kendaraan untuk menonton atraksi Para monyet yang
ujung-ujungnya mengulurkan tangan (monyet) meminta duit untuk Para boss-monyet
yang telah melatih mereka (Para monyet) menjadi sangat mirip manusia Indonesia
peminta-minta. Pak Lulung juga, seorang “lurah Tanah Abang” dan salah seorang
Ketua DPRD Jakarta, berhasil dijinakkan Jokowi dan Ahok sehingga arus lalu
lintas di Tanah Abang sudah menjadi sangat-sangat lancar karena Para pedagang
kaki lima dan kaki enam (Para preman peliharaan Haji Lulung) telah di dorong masuk
ke Blok G yang dulunya sarang penyamun dan sekarang berubah menjadi sarang duit
untuk banyak orang. Soal banjir? Jakarta tidak pernah bebas banjir dari zaman doeloe sampai zaman sekarang, sejak masa
Daendels menjadi boss Batavia sampai
masa Agnes Monica mengalahkan popularitas Justin Beiber. Dan dipastikan, sampai
Jokowi dan Ahok pension kelak, Jakarta masih tetap rawan banjir dan rawan
tenggelam, kecuali jika Para koruptor negeri ini bisa di penjarakan semua dan
anggaran penanganan banjir dapat digunakan dengan baik.
Jadi,
apanya yang berubah? Yang sesungguhnya berubah adalah keyakinan orang. Setelah
Ali Sadikin tidak lagi menjadi Gubernur Jakarta dan Hoegeng disuruh turun dari
Kepala Polisi karena kejujurannya, maka rakyat Indonesia mengalami masa
romantisme Para pejabat yang sungguh “banyak cakap” - seperti ucapan RD Dr.
Friez R. Tambunan. “Banyak cakapnya” Para pemimpin Indonesia ini terlihat juga
dengan seleranya membuat “pakta integritas” seperti yang dicontohkan oleh SBY,
sang presiden, ketika menasehati Para pengurus partai democrat, agar taat
hukum, bermoral dan beretika, berbahasa sopan-santun, dan tidak berkorupsi
berjamaah.
Jadi,
meski Jakarta belum berubah 25% pun, tetapi “pikiran” banyak orang mulai berubah. Perubahannya adalah adanya
rasa optimism akan perubahan yang lebih besar dan lebih baik di masa depan.
Asal saja Jokowi dan Ahok tidak ditembak-mati oleh Para “pereman dan perewoman” yang bisa saja disewa oleh orang-orang yang
tidak menginginkan Jokowi dan Ahok mengubah Jakarta dan Indonesia ke arah yang
lebih baik. Selain populer sebagai pemimpin yang penuh integrasi, Jokowi pun
sudah menjadi “presiden” RI di benak dan mata sebahagian besar rakyat
Indonesia, Ahok pun sudah menjadi penerus Jokowi untuk memimpin Jakarta. Ini
juga yang membuat Aburizal Bakrie, Prabowo, Megawati, JK, Dahlan Iskan, Wiranto
dan Mahfud MD bagaikan anjing menggonggong, Jokowi tetap lewat tanpa billboard, tanpa pamer istri memberikan
sumbangan ke panti asuhan, dan tanpa topi-peci yang memperlihatkan imannya
sudah setinggi Dolok Pusuk Buhit dan tanpa lawak-lawak ala vickinisasi.
Jokowi
dan Ahok adalah pemimpin yang dapat membedakan mana profesi dan mana bisnis. Profesi
mereka adalah tetap “servus servorum”
yaitu pemuka masyarakat yang disumpah untuk menjadi “abdi-dalem” rakyat, dan
bekerja untuk memuaskan rakyat semesta. Pemimpin yang cerdas adalah pemimpin
yang membuat anak buahnya bisa berpikiran cerah, terang, futuristic, enak,
sehingga merasa nyaman dan aman. Sedangkan bisnis mereka adalah menciptakan
perubahan yang lebih baik: pertama-tama dalam pikiran dan kemudian mewujud ke actus - perbuatan. Pemimpin seperti
Jokowi dan Ahok menyadari bahwa mereka ber-mandat “mengabdi” kepentingan
masyarakat, tetapi tugas utamanya adalah membawa perubahan dan bukan
melantumkan bait-bait kata-kata indah penuh romantisme yang membuat Para
seniman puisi senang tetapi rakyat berang!
Menurut Romo Friez, kunci kekuatan Jokowi dan Ahok
adalah MYOB! Mind Your Own Busines - ini adalah pesan sistem akuntansi
keuangan yang diserukan untuk semua pemangku kepentingan umum untuk menyadari
untuk apa sesungguhnya seseorang dipanggil, dilantik, diutus, diberi jabatan,
diberi tongkat komando, dan diberi duit untuk diurus dan dipakai dengan
berguna. Hendaknya semua tahu apa profesinya, dan tahu apa bisnisnya: untuk apa
dia lahir dan hidup di dunia ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar